Tuntut Ilmu di Jepang, Dosen UMM Ini Teliti Limbah Tahu Jadi Listrik

Rabu, 09 November 2022 02:52 WIB   Administrator

Sosok Mochammad Wachid peneliti limbah tahu menjadi sumber energi listrik (Foto: Istimewa)

Sudah menjadi keharusan bagi pemuda pemudi Indonesia untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya bahkan ke luar negeri sekalipun. Hal tersebut diucapkan oleh Mochammad Wachid, STP. MSc., selaku dosen Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ia kini sedang menempuh studi doktoral dan menimba ilmu di negeri Sakura, Jepang.

Wachid, sapaan akrabnya, saat ini tengah melanjutkan studi doktoral di University of Miyazaki. Ia bercerita, semua berawal dari eprkenalannya dengan salah satu dosen di universitasnya sekarang. Apalagi sistem di Jepang yang mendorong dosen untuk mengenal dan mengetahui calon mahasiswanya. Menariknya, dosen atau sensei langsung menyeleksi calon mahasiswa sendiri.

“Di sini, mereka yang ingin melanjutkan pendidikan doktoral maupun magister harus kenal dan tahu dosennya. Tidak harus kenal langsung, bisa juga lewat konferensi. Saya beruntung karena sensei saya ini sangat tertarik dengan penelitian yang saya lakukan,” katanya.

Baca juga : Kolaborasi UMM-Konjen RI Jeddah Bantu Anak Migran Berkuliah

Adapun penelitiannya membahas tentang pemanfaatan limbah tahu untuk diubah menjadi listrik dengan microbial fuel cell. Metode fermentasi dari pengolahan limbah tahu ini akan menghasilkan listrik. Ia menjelaskan bahwa ada perbedaan pembuatan tahu di Indonesia dengan di Jepang. Di Indonesia biasanya memakai asam untuk penggumpalan sedangkan di Jepang menggunakan garam yang tidak asin. Untuk saat ini, ia tengah melakukan penelitian dengan dua sampel limbah dari Indonesia dan Jepan  dengan metode pengolahan limbah yang menghasilkan energi.

Ayah dari tiga anak ini bercerita bahwa ia mengalami culture shock saat pertama kali ke Jepang bersama kelaurganya. Salah satunya suhu dan cuaca yang berbeda. Ia datang pada bulan Desember 2020 yakni saat musim dingin. Pun dengan kegiatan masak memasak yang sering mereka lakukan unutk menghemat biaya dan menghindari makanan beralkohol serta babi.

“Alhamudlillah setelah melewati bebrapa bulan, kami bisa berapadtasi. Tapi ada satu kekurangan yang masih saya miliki yakni kendala bahasa. Meski sudah berusaha belajar bahasa Jepang, tapi saya masih cukup kesulitan. Apalagi tidak semua orang Jepang bisa bahasa Inggris. Jadi saya harus membawa gawai untuk menerjemahkan,” ucapnya.

Baca juga : Dua Dosen Farmasi UMM Jelaskan Kasus Keracunan Obat Sirup

Wachid menjelaskan ada beberapa aspek yang membedakan pendidikan Indonesia dan Jepang. Di Jepang, pendidikan karakter sudah ditanamkan sejak dini. Sehingga moral dan kejujuran slelau diutamakan. Ia juga sangat jarang menemukan diskirimasi terhadap orang luar, begitupun dengan peundungan di sekolah.

“Pendidikan karakter yang diberikan sejak dini itulah yang membedakan Jepang dan Indonesia. Sehingga kasus perundungan cukup jarang terjadi, bahkan anak saya juga baik-baik saja bersekolah di sini,”ujarnya.

Pria asli Lumajang ini juga berharap para sarjana atau magister di Indonesia tetap bersemangat melanjutkan pendidikan tinggi. Karena menurutnya, ketika menimba ilmu di negara orang, tidak hanya ilmu yang didapat, tapi juga pengalaman mendapatkan budaya baru, bahasa baru, bertemu orang baru dan lainnya. “Jangan lupa juga untuk kembali ke Indonesia dan membangun bangsa dengan berbagai cara,” harapnya. (haq/wil)

Shared: